Minggu, 05 Desember 2010

Persekutuan membawa berkat



Begitu bangun pagi, Yanto Kambu (26) sudah harus bersiap-siap kerja. Jarak dari kos di kawasan Pasar Minggu ke kantornya di sebuah perusahaan gas dan minyak yang berkantor pusat di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, memang hanya sekitar 300 meter. Namun Yanto sudah harus berada di kantor sebelum seluruh aktifitas kantor dimulai tepat pukul 7 pagi.

Ia berjalan kaki ke kantor. Sesampainya di kantor, Yanto tetap harus rapi dan wangi. Maklumlah, sebagai seorang Exploration Geoscientist di kantornya, Yanto perlu menyesuaikan diri. penampilan harus selalu diperhatikan. Apalagi ia harus berinteraksi dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang. Ini penting, meski ia tidak bekerja di lapangan seperti rekan-rekannya yang mengebor sumur minyak atau gas atau melakukan kerja teknis lapangan sejenis itu. Kerjanya di belakang meja.

Setiap pagi, sebelum melakukan pekerjaan utamanya, Yanto harus mengecek jadwal kegiatan hariannya terlebih dulu. Jika hari itu ada meeting maka ia harus membuat laporan berupa slide-slide untuk presentasi. Jika tidak, Yanto akan lebih banyak bergelut dengan komputer, data, dan browsing internet untuk meramu informasi geologi dan geofisika menjadi database. Datanya berasal dari temanteman yang melakukan observasi ke lokasi pengeboran (drilling).

Selaku seorang ‘ilmuwan di balik meja’ lulusan Teknik Geologi, Universitas Padjajaran Bandung, lajang kelahiran Fak-Fak Papua inilah yang akan menelaah dan mengelola data hasil observasi ditambah hasil browsing dan menjadikannya database serta informasi perusahaan untuk mengetahui daerah potensial mana saja yang mengandung minyak dan gas yang bagus.

Kerja di balik meja, apa sih tantangannya? Walau masuk jam 7 pagi dan pulang jam 5 sore, tetap saja susah mengatur waktu untuk mengelola database besar untuk proyek-proyek yang berbeda lokasi. Kadang dua proyek hanya dikerjakan oleh satu orang sepertinya, sehingga pekerjaannya membutuhkan fokus tinggi. Mirip wartawan yang dikejar deadline cetak, dalam tempo singkat harus membuat data akurat untuk meminimalisir kesalahan di lapangan. Padahal kadang dalam waktu bersamaan, proyek berbeda meminta data yang berbeda pula.

Tantangan lain bekerja di perusahaan asing adalah kerap menemui rekan atau leader yang berbeda budaya. “Ada teman bule yang pintar tetapi terlalu banyak omong. Sebagai teman bertukar ilmu cukup menyenangkan, tetapi kalau terlalu dicerewetin, sebel juga sih,” tuturnya.

Baru 15 bulan bekerja di sana, jemaat GPI Jalan Suci Jakarta ini sudah dapat beradaptasi dengan baik. Ini pun berkat adanya persekutuan doa dengan teman-teman satu departemen yang beragama nasrani. Setiap sore setelah usai jam kantor, 5-7 orang berkumpul untuk sharing. “Sangat bermanfaat. Saya merasakan betul dampaknya. Khususnya dalam pekerjaan,” katanya.

Tadinya sharing bersama ini dilakukan setiap pagi sebelum kerja. Berhubung waktunya tak bisa lebih bebas karena harus on time bekerja ditambah kesibukan masing-masing anggota yang berbeda, maka diganti menjadi sore hari. Tiap sore sebelum pulang, Yanto harus membuat jadwal apa yang akan dilakukannya keesokan paginya. Kerja yang rapi.

Pernah dalam waktu enam bulan, departemennya berganti kepemimpinan. Format kerja dari pemimpin sebelumnya diganti oleh pemimpin baru. Mengikuti ritme kerja pemimpin baru dengan proyek-proyek berbeda yang berjalan bersamaan adalah tantangan berat. Berkat sharing diantara personil kelompok kecil ini, bebannya pun terangkat. Yanto jauh lebih lega dan siap menghadapi tantangan baru.

Sumber: Renungan Pagi, November 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar